Rumah Adat Toraja atau yang biasa disebut dengan Tongkonan, kata tongkonan sendiri berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat berkupulnya bangsawan toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini selain berfungsi sebagai tempat tinggal juga memiliki fungsi sosial budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Masyarakat Suku Toraja menganggap rumah tongkonan itu sebagai ibu, sedangkan alang sura (lumbung padi) dianggap sebagai bapak.
Rata-rata rumah orang Toraja menghadap ke arah utara, menghadap ke arah Puang Matua sebutan bagi orang Toraja kepada Tuhan YME dan untuk menghormati leluhur mereka dan dipercaya akan mendapatkan keberkahan di dunia.
Di daerah Tana Toraja pada umumnya merupakan tanah pegunungan batu alam dan kapur dengan ladang dan hutan yang masih luas, dilembahnya itu terdapat hamparan persawahan.
Rumah Tongkonan adalah rumah panggung yang dibangun atau didirikan dari kombinasi lembaran papan dan batang kayu. Kalau dilihat, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu. Material kayu dari kayu uru, yaitu sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kayu uru banyak ditemui dihutan-hutan didaerah Toraja dan kualitas dari kayu uru cukup baik, kayu-kayu ini tidak perlu dipernis atau di pelistur, kayu dibiarkan asli .
Rumah Toraja atau Tongkonan ini dibagi menjadi 3 bagian:
1. Kolong (Sulluk Banua)
2. Ruangan rumah (Kale Banua)
3. Atap (Ratiang Banua)
Pada bagian atap rumah Tongkonan, bentuknya melengkung seperti tanduk kerbau. Terdapat jendela kecil disisi timur dan barat pada bangunan, bertujuan sebagai tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin.
Dalam pembangunan rumah adat Tongkonan ada hal-hal yang harus diperhatikan dan tidak boleh untuk di langgar, yaitu:
1. Rumah diharuskan menghadap ke utara, letak pintu di bagian depan rumah, dengan keyakinan langit dan bumi itu merupakan satu kesatuan, dan bumi dibagi kedalam 4 penjuru mata angin, yaitu:
1. Utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia di mana Puang Matua berada (keyakinan masyarakat Toraja).
2. Timur disebut Matallo, tempat matahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan.
3. Barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian.
4. Selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang mulia, tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik atau angkara murka.
2. Pembangunan rumah tradisional Tongkonan biasanya dilakukan secara gotong royong. Rumah Adat Tongkonan dibedakan menjadi 4 macam:
- Tongkonan Layuk, rumah adat tempat membuat peraturan dan penyebaran aturan-aturan.
- Tongkonan Pakamberan atau Pakaindoran, rumah adat tempat dilaksanakannya aturan-aturan. Biasanya dalam satu daerah terdapat beberapa tongkonan, yang semuanya bertanggung jawab pada Tongkonan Layuk.
3. Tongkonan Batu A’riri, rumah adat yang tidak mempunyai peranan dan fungsi adat, hanya sebagai tempat pusat pertalian keluarga.
4. Barung-barung, merupakan rumah pribadi. Setelah beberapa turunan (diwariskan), kemudian disebut Tongkonan Batu A’riri.
Kenapa harus tanduk Kerbau? bagi orang Toraja, kerbau selain sebagai hewan ternak juga menjadi lambang kemakmuran dan status. Oleh sebab itu kenapa tanduk atau tengkorak kepala kerbau di pajang dan disimpan di bagian rumah, karena sebagai tanda bawasannya keberhasilan si pemilik rumah mengadakan sebuah upacara atau pesta
No comments:
Post a Comment