Saya Nurhabibie Rifai Daeng Massuro, salah satu penggerak organisasi pemuda dan mahasiswa berbasis perantau yang berasal dari Sulawesi Selatan. Sebelumnya saya minta maaf jika dalam surat ini nantinya ada kata-kata yang dianggap tidak sopan oleh Bapak. Terus terang, saya menulis surat ini dalam keadaan masih dipengaruhi emosi, meskipun saya telah mencoba mengendapkannya semalaman.
Sejak awal sebelum kampanye Pilpres dimulai, saya sudah menetapkan hati memilih Jokowi, dan semakin mantap dengan penetapan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden pasangan Jokowi. Namun beberapa hari ini, setelah dua kali debat yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi nasional kita, saya mulai beranggapan lebih positif tentang Bapak. Meskipun saya tidak akan bisa menerima pelanggaran HAM yang Bapak lakukan sebelum dihadapkan pada pengadilan, saya mulai menilai bahwa Bapak mungkin adalah orang baik yang kebetulan ditempatkan di situasi yang tak baik. Bapak berasal dari keluarga yang sangat mencerminkan kebhinnekaan, dan Bapak jelas menerima fakta itu di debat kedua kemarin. Meskipun koalisi yang Bapak bangun terdiri dari orang dan partai yang sebagiannya bermasalah, saya pikir mungkin Bapak terpaksa menerima mereka untuk memenuhi syarat pencapresan. Meskipun Bapak menerima dukungan kelompok keagamaan radikal untuk pencapresan Bapak, saya sempat berharap bahwa itu hanya sekedar strategi; bukan sikap kompromistis yang jelas bertentangan dengan citra “tegas” yang Bapak bangun selama ini.
Tapi semua angan dan harapan baik itu Bapak hancurkan kemarin. Di depan simpatisan dan pendukung Bapak di Stadion Andi Mattalatta Makassar kemarin, Bapak berorasi “Mau tahu watak orang (Indonesia) timur? Orang timur itu suka berantem..” Bapak juga bilang bahwa watak lain orang Indonesia timur adalah terlalu keras, perantau, senang pesta, bicara apa adanya, dan kuat makan.[1] Saya sudah mencoba membandingkan dari berbagai sumber, dan semua jelas mengutip ucapan Bapak tentang “orang timur” dan “watak”nya.
Tahukah Bapak, apa yang Bapak lakukan adalah labelling dan prototyping? Tahukah Bapak bahwa keduanya adalah tanda utama pelaku rasisme? Dengan menyebut “orang timur”, Bapak sudah menempatkan kami, yang terdiri dari banya suku dan budaya, ke dalam hanya satu ember berlabel “orang timur”. Labelling yang Bapak lakukan atas kami adalah tindakan menegasikan kebhinnekaan kami. Untuk Bapak ketahui, Sulawesi Selatan saja memiliki kekayaan berupa empat suku besar yang berbeda budaya, belum lagi kelompok yang dianggap sub-suku seperti Konjo asal primordial saya. Suku Bugis dan suku Makassar, walaupun sama-sama memegang Siri’ na Pacce sebagai falsafah hidup, tapi penekanannya di tiap daerah bisa sangat berbeda. Belum lagi yang ada di propinsi lain. Ratusan, bahkan ribuan suku dan budaya yang ada begitu saja Bapak tempatkan dalam satu ember; Bapak memang tidak memiliki perhatian pada keunikan kami masing-masing. Kami berbeda Pak! Jika fakta itu saja tak dapat Bapak terima, bagaimana Bapak akan mendengar dan memimpin kami? Saya kecewa, bahwa dengan pengalaman kebhinnekaan yang Bapak terima di keluarga Bapak, malah Bapak menegasikan perbedaan-perbedaan kami. Maka menjadi jelas bahwa apa yang tergambarkan di Manifesto Partai Gerindra adalah benar; Bapak alergi pada perbedaan, Bapak menginginkan keseragaman, bukan kesatuan.
Belum cukup dengan labelling yang Bapak berikan, Bapak menambahkan lagi stereotyping. Ini adalah kejahatan besar Pak! Sekian generasi kami di organisasi kemahasiswaan para perantau Sulawesi Selatan membangun pemahaman bahwa kami bukan suku pembuat onar, sekian lama kami menanamkan pada adik-adik kami bahwa suku kami punya nilai-nilai yang sama sekali bukan pemarah; Bapak hancurkan dalam satu orasi! Bapak bilang kami gampang naik pitam, suka berantem, suka makan, suka pesta, dan sebagainya. Bapak mungkin lupa bahwa kami adalah juga manusia ciptaan Tuhan yang punya potensi yang sama dengan manusia dari suku-suku lainnya di dunia. Apa yang menjadi sifat orang di suku lain juga bisa menjadi sifat kami. Kami adalah manusia-manusia merdeka, yang bebas membentuk diri menjadi apapun yang kami inginkan! Bapak tidak punya hak sedikitpun untuk menghakimi kami dengan sifat apapun! Bapak tidak cukup mengenal saya, untuk mengatakan bahwa saya gampang naik pitam, suka berkelahi, bahkan sifat-sifat yang “baik” sekalipun. Sekali lagi saya sampaikan; saya MANUSIA MERDEKA! Dengan segala kualitas yang Tuhan berikan kepada saya, saya bebas menjadi apapun yang saya inginkan.
Orasi yang Bapak sampaikan kemudian menampakkan dengan telanjang siapa Bapak. Bapak adalah seseorang yang merasa mampu memimpin kami yang bahkan Bapak tidak kenal. Bapak hanya mengetahui bahwa kami adalah “orang timur” dengan “watak” yang Bapak berikan seenak perut Bapak. Bapak adalah seorang rasist, seorang yang tidak mampu berlaku adil meski hanya dalam pikiran Bapak. Bapak tidak mampu memberi kami apa yang menjadi hak kami; pengenalan, sebelum menghakimi siapa kami. Kami adalah pemilik sah republik ini.
Bapak tidak pantas jadi Presiden Republik Indonesia. Jika memang Bapak mencintai negeri ini dan rela berkorban apapun untuk negeri ini, Bapak akan mundur dari pencalonan ini. Tapi itu jika memang Bapak mencintai negeri ini. Lebih baik Bapak belajar lagi, banyak-banyak lah membaca mengenai budaya negeri ini, banyak-banyak lah bertemu dan berdialog dengan kata, bukan dengan senapan.
Semoga Tuhan menjaga Bapak dari kesalahan, semoga Tuhan menjaga negeri ini dari kesalahan memilih pemimpin.